what time is it?

What time is it?

Kamis, 17 Maret 2011

KUMPULAN CERPEN

Terlalu Cepat Mencintaimu
Pengarang : Keyla
"Kyaah!!!"

PRIAAANGGG!!!

Seorang pelayan cafe baru saja menjatuhkan baki beberapa gelas minuman di atasnya. Tabrakan
sekilas dengan seorang laki-laki yang tak lain adalah pengunjung cafe,
membuat insiden hancurnya gelas-gelas kaca itu terjadi. Si 'penabrak'
itu memelototi kepingan gelas dengan kaget, sama halnya dengan waitress
tersebut. Laki-laki itu ganti menatap pelayan cafe yang baru saja
ditabraknya, dan segera ditatap balik oleh sang lawan. Puluhan
pandangan di dalam cafe tertuju pada bunyi berisik yang sekilas
menggetarkan gendang telinga mereka. Pelayan cafe itu segera berjongkok
dan membereskan kepingan beling yang besar.

"Sorry sorry sorry mbak.. Engg.. Saya ganti deh saya ganti!" ucap laki-laki itu

"Nggapapa kok. Untung kamu nabrak saya ngga waktu manajer cafe disini" jawab pelayan itu masih terus meraih beling-beling besar

"IFYYYYY!!! KAMU GIMANA SIH?!?!?" teriak seorang wanita berseragam sama dengan pelayan wanita tadi

"S..sorry.. Gue ga sengaja" pelayan cafe tadi segera bangkit dan menundukkan
kepala. Si 'penabrak' hanya terdiam memandangi mereka berdua

"Ga sengaja ga sengaja!! Lo tau ngga sih?!?! Yang dapet amukan dari manager
itu gue bego!! Lo bisa gantiin gelas-gelas ini?!?! Yang dipecat ntar
gue juga tau!! Gue tanggung jawab sama semuanya!! Ngerti?!?!"

Sang korban hanya diam dan masih tertunduk. Tak bisa membalas perkataan
wanita yang baru saja memakinya. Lelaki tadi maju selangkah dan
mengulurkan tangannya ke depan. Berniat menghentikan makian dari wanita
itu.

"Gue yang nabrak dia. Dan akhirnya bakinya jatoh. Sekarang gue gantiin semuanya."

Wanita yang amarahnya sempat membara menembak pandangan pada cowok yang
berbicara itu. Segera ditatapnya lekat-lekat dari ujung kaki sampai
ujung kepala. Pelayan yang tadinya tertunduk sekarang menyudutkan
pandangan pada dua orang di depannya.

"Makanya bang mas pak om, kalo jalan pake mata" ucapnya

"Heh gue bilang baik-baik ya. Kok elo nyolot sih???" balas lelaki itu kesal

"Ahh gapeduli! Elo ganti semuanya sekarang!!"

Lelaki bertubuh jangkung itu membuang muka, tak menyadari puluhan pasang mata
terpusat pada mereka. Ia merogoh kantong celananya kasar dan
mengeluarkan dompet hitamnya. Disambarnya beberapa uang kertas berwarna
merah, dan dengan kasar diacungkan ke depan

"Nih. Sekalian lu beli motor pake nih duit"

"Heehh.. Mas misi mas, yang jatuhin elo ya, berarti yang beli juga elo!!"

"Kenapa harus gitu?? Ada aturannya?? Mana aturannya? Mana?"

"Eh lo ga tanggung jawab banget sih! Kalo emang gamau beliin ga usah kasih
duit juga!" wanita itu menepis uang yang berada di genggaman sang
lelaki dengan kasar

"ELO MAU NIH DUIT APA ENGGA?!?!?" tanya cowok itu kasar

"Biar gue yang beli" jawab pelayan wanita yang sedari tadi terpaku melihat debat panas dua orang di depannya

Otomatis pandangan laki-laki itu terjatuh pada pelayan cewek yang bersuara pelan
itu. Manis. Itulah yang bisa disimpulkan jika melihat wajah pelayan
cafe itu sekilas. Pikirannya melayang jauh. Sungguh wanita itu cantik.
Matanya bening sebening samudra. Terlihat sangat manis sekalipun wanita
itu tak tersenyum. Lelaki berkulit gelap dan berwajah tampan itu
menggelengkan kepalanya pelan dan kembali ke dunia nyata.

"Malah ngelamun lo!! Kasihin duitnya!" ucap wanita yang tadi menjadi lawan adu mulutnya

"Eh? Oh iya.. Nih" lelaki itu segera menyerahkan lembaran uang kertas di
tangannya kepada cewek yang berhasil membuat hatinya membumbung tinggi

"Oke gue beli sekarang yah" ucap pelayan cafe itu sebelum ngeloyor pergi meninggalkan pintu cafe

Wanita yang memaki pelayan cafe itu juga berbalik dan pergi ke arah dapur.
Cowok tadi tak mau hanya melongo diam dan menjadi pusat perhatian
orang-orang hanya karena kejadian yang membuatnya sempat beradu mulut
di depan publik. Ia keluar dari cafe dan menyusul pelayan cafe tadi.

"Eh, lo, tunggu!" panggilnya

Cewek itu berbalik. Dan sebuah senyuman tersimpul dengan sukses di bibirnya

"Ada apa?"

"Lo belinya di toko sana kan?" tanya cowok itu sembari menunjuk sebuah arah disertai anggukan dari lawan bicara

"Gue ikut deh. Sekalian ke toko buku"

"Tapi toko buku kan ke arah sana?" wanita itu menunjuk arah yang berlawanan

"Maksud gue ke toko CD!" timpal si laki-laki sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal

"Itu juga kesana" jawab si cewek sembari menunjuk arah yang lain

"Nggg.. Kemana aja deh yang ada disana!"

Cewek itu kembali tersenyum. Lalu kembali berjalan lurus. Si cowok hanya
menggaruk kepalanya menanggapi salting yang kini didapatinya.
Jantungnya berdebar. Mungkin inilah namanya jatuh cinta pada pandangan
pertama.

"Nama lo sapa?" tanya cowok itu mengisi perjalanan singkat mereka yang hanya diam-diaman daritadi

"Gue Ify"

"Gue Rio"

Pelayan cafe bernama Ify itu pun hanya melempar senyum sesaat. Sedangkan cowok
bernama Rio mengedarkan pandangan ke penjuru mall sambil memasukkan
tangan ke dalam kantong celana. Berjalan sambil sesekali menatap Ify.

"Lo udah lama kerja disana?"

"Lumayan sih.."

"Sorry yah. Tadi itu gue ga sengaja"

"Nggapapa kali"

"Tadi itu siapa?"

"Itu Shilla. Dia pelayan biasa kaya gue"

"kok bisa marah-marah gitu?"

"Emang gitu dari sananya. Dia selalu ngerasa tanggung jawab sama semuanya.
Jadi ada kesalahan sedikit, yah, jadilah kaya tadi. Padahal yang
harusnya marah kan, manager cafe. Bukan dia"

"Ooh.. Gitu ya..."

"Trus, lo jadi ga ke toko mana aja yang ada disini?" tanya Ify sambil tersenyum

"Hah?"

"Kita udah sampe di tokonya"

"Oh iya. Em, gue jalan aja deh. Ada urusan juga sama temen-temen gue. Dah.."

"Okey. Thanks for the little help"

"What?"

"This one" Ify mengacungkan uang seratus ribuan di tangannya. Rio menanggapi
dengan senyuman dan mengangguk pelan. Dengan berat hati dan langkah
yang seperti ditumpuki sebuah karung berisi beras dengan berat 25 kg,
Rio pergi meninggalkan Ify yang sudah masuk ke dalam toko. Ify adalah
satu-satunya cewek yang berhasil membuat hati bekunya mencair selain
Sivia, mantannya sewaktu SMA.

* * * *

Di pinggiran jalan kecil, gerumbulan cowok sedang berkumpul dengan motor-motor besar
mereka. Sebagian besar dari mereka duduk di atas motornya, dan sisanya
bersandar di dinding dan duduk di atas tempat sampah besar. Pandangan
mereka menyatu ke sudut jalan ketika sebuah cagiva hitam mendekat.
Lampunya menyorot mata mereka sehingga beberapa dari mereka memicikkan
matanya.

"WOOO ini nih kapten kita yang udah ditungguin lebih dari satu jemm.." kata seorang cowok yang duduk di atas motornya

"Sorry men. Gue tadi cariin pesenan Alvin dulu" Rio melemparkan sebuah
bungkusan putih kepada salah satu temannya yang memakai jaket biru tua
dan merangkul helmnya. Segera ditangkap dengan sigap oleh cowok yang
disebut 'Alvin' tadi

"Tengs sob"

"Yoa. Trus sekarang kita mo kemana nih?"

"Lah rencananya mo kemana?" tanya seorang cowok lagi yang barusan turun dari atas tempat sampah.

"Mana gue tau. Emang yang punya plan jalan sapa coba?"

"Gue" seorang cowok beralih dari sandarannya ke dinding

"Nah rencana lo gimana Cak?"

"Rencana gue cuma mo ngumpul-ngumpul doang. Selebihnya, not me"

Rio memutar matanya. Mencari gagasan untuk mengatasi perkumpulan gengnya
yang tak bertujuan itu. Ia menjatuhkan pandangan pada teman-temannya
satu persatu. Mulai dari Debo, cowok berambut sedikit ikal yang tadi
sempat duduk di atas bak sampah. Lalu Alvin, yang kini tengah
memandangi isi bungkusan putih yang diberikannya tadi. Ozy, cowok
berjaket hijau tua yang pertama kali menegurnya ketika dia datang.
Setelah itu Cakka, temannya yang kini menatapnya penuh pertanyaan.
Rambutnya acak-acakan dan sebuah jaket merah menyelimuti badannya. Dan
yang terakhir Kiki. Yang daritadi hanya bersandar di dinding sembari
menekan tombol-tombol di handphonenya.

Sebuah ingatan terputar di benak Rio. Seorang waitress manis yang sempat berbincang dengannya
beberapa hari lalu. Sebuah keinginan untuk bertemu dengan bidadari itu
muncul di hasrat Rio. Segera dikemukakan pendapatnya pada kelima
temannya yang berdiam menunggu kepastian

"Kita ke Teen's Choc gimana?" tanya Rio menyebut nama cafe yang belum lama dikunjunginya

"Ga kejauhan sob?" tanya Cakka

"Mallnya jauh. Cafenya engga" jawab Rio sebelum cengiran terpasang di wajahnya

"Yaudah deh gapapa. Daripada ntar lebih malem lagi, mallnya keburu tutup,
mending sekarang aja" kata Ozy sambil bersiap di atas motornya diikuti
lainnya yang segera bersiap memacu motor mereka.

Rio memutar balik motornya dan melaju di depan

Di dalam cafe, mereka berenam segera duduk di satu table yang berada di
sebelah jendela besar yang mengarah ke halaman parkir. Seorang pelayan
cafe menghampiri mereka untuk menagih pesanan, setelahnya kembali lagi
ke dapur. Rio tampak gelisah sambil menyapu penjuru cafe berkali-kali.
Mencari sosok yang beberapa hari lalu berhasil membuatnya jatuh hati.

"Lo nyari apaan sih?" tanya Debo

"Hm? Ngga" jawab Rio singkat

"Ngga apaan orang udah kaya ayam gedek kebanyakan obat oles gitu" timpal Kiki yang juga melihat tingkah Rio

"Bukan apa-apa men" jawab Rio lagi, sedikit dingin. Dan akhirnya mereka memilih diam.

Sebuah baki berisi beberapa gelas minuman tiba di meja mereka. Rio yang berada
di sebelah si pelayan reflek menaikkan wajah dan menatap pelayan cafe
yang membawakan pesanan mereka. Ini dia yang tadi dicarinya! Wajah
cantik Ify, disertai senyuman yang mengembang, terpampang tepat di
depan Rio. Rio yang sempat menatapnya beberapa detik mengalihkan
pandangan dan mengatur detak jantungnya yang berlonjak-lonjak keras.

"Thankyou yah" kata Rio, berusaha terlihat tidak salting

Ify tidak menoleh, hanya mengangguk dan masih memasang senyum ramahnya.

"Silahkan" katanya lembut. Ia menjatuhkan pandangan pada setiap cowok di depannya. Dan setelah menangkap sosok Rio di depannya..

"Hei! Lo kesini lagi?"

Dan mau tak mau Rio hanya mengangkat wajahnya dan ikut membalas senyuman Ify yang begitu memper cantik wajahnya

"Hehe. Iya nih. Enak sih cafenya. Ga nyangka ketemu elo lagi"

"Hey lo tau kan kalo gue kerja disini?"

"Hah masa?" tanya Rio salting. Menuruti bibirnya begitu saja.

"Loh gimana sih?" Ify menatapnya heran sambil menaikkan alis. Yang malah
membuat Rio makin gugup dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal
sehingga rambutnya yang sudah acak-acakan makin teracak lagi. Namun ia
merapihkannya kembali.

"Mm.. maksud gue.. Iya gue tau. Tapi gue lupa hehe" lanjut Rio. Kelima kawannya yang tadi menyeruput minuman
mereka kini menatap Rio yang terlihat sangat salting.

"Oh oke. Gue balik dulu yah" kata Ify sambil berlalu dan kembali menuju dapur

"Lo kenal, Yo?" tanya Alvin

"Engg.. Bukan kenal. Tapi pernah ketemu" jawab Rio

"Ko elo salting gitu?" kini Cakka berbicara

"Iya pasti deket deh" timpal Ozy

"Engga ah biasa aja. Emang gue keliatan salting? Perasaan elo doang kali" Rio
menyeruput cappucinonya berusaha cuek menanggapi tatapan teman-temannya
itu

Beberapa menit kemudian..

"Eh udah deh. Gue males ngeliatin mobil kaya sarden gini. Cabut yuk" ajak Debo

"Sama" ucap Cakka

"Setuju tuh" balas Kiki

"Well, cabut nih?" tanya Rio

"Iya. Lu iklas kan Yo, ninggalin waitress yang bisa bikin lo salting itu?" tanya Alvin

"Apaan sih! Yaudah lo semua keluar duluan. Gue yang bayarin ke kasir"

"Bilang aja ke kasir mo ketemu sama tuh waitress" kata Ozy sambil tersenyum

"Ahh diem lo! Mau ga nih gua bayarin???" ancam Rio menolak pernyataan Ozy. Padahal kesimpulan Ozy seratus persen benar.

Kelimanya berjalan keluar dari cafe, dan Rio pergi ke kasir. Dia memang paling
bercukupan alias berkantong tebal di antara kawan-kawannya. Tak heran
jika seringkali Rio membayari kebutuhan teman-temannya jika
bersama-sama. Rio menoleh ke sekitar kasir dan mencari si pelayan cafe
yang membuatnya gugup setengah mampus, Ify. Dilihatnya Ify berada di
balik meja kasir sambil mengutak-atik handphonenya. Menganggur, tak ada
pekerjaan yang memberatinya. Rio berjalan menghampiri Ify.

"Hei" sapa Rio. Ify menoleh dan menurunkan handphone yang berada di depan wajahnya

"Hei juga"

"Boleh gue ganggu bentar?"

Ify mengangguk

"Shift kerja lo emang malem doang ya?"

"Iya dari sore sampe malem. Kenapa emang?"

"Gapapa. Pas aja gue juga nganggur jam jam segini"

"Maksud lo?"

"Boleh kan gue ketemu sama lo tiap ari disini?

"Boleh kok.. Sekalian nambah temen gue waktu kerja"

Rio menyimpulkan senyum di bibirnya. Ify membalasnya dengan senyum yang makin melebar

"Boleh minta nomer lo ga?" tanya Rio sambil mengeluarkan handphone dari saku
celananya. Ify mengangguk dan menyambar handphone di tangan Rio
perlahan. Lalu mengetikkan nomernya, dan menyimpannya. Ify
mengembalikan handphone itu pada sang empunya.

"Makas..."

"NAH! Ketauan kan lo!" seru seseorang, atau mungkin beberapa orang dari sebelah Rio. Memotong perkataan Rio yang belum rampung

Rio dan Ify reflek menoleh ke sumber suara yang mengagetkan itu

"Apaan sih!" seru Rio melihat lima kawan dari SMP itu sudah cengar-cengir ga jelas sambil menyandarkan sikut di atas meja kasir

"Lo bilang tadi apa? Katanya pernah ketemu doang.. Ternyata masih curi curi kesempatan. Diihh" protes Cakka

"Yee! Kita emang baru kenal. Ya ga Fy?" tanya Rio mencari bantuan. Ify tertawa kecil

"Temen lo?" tanya Ify

"Iya nih. Kenalin, yang jelek dekil sukanya nongkrong di tempat sampah, pake
kaos putih, Debo. Trus yang pake jaket merah, Cakka. Yang jaketnya ijo
tua, Ozy. Yang pake hoodie item, Kiki. Trus yang terakhir Alvin" jelas
Rio, dan tak lama Debo segera menoyor kepalanya karena pendiskripsian
yang kurang berkenan

Ify menjabat tangan mereka satu persatu dan melempar senyum manisnya. Dan perkenalan singkat itu berakhir di
beberapa lembar uang Rio yang mendarat ke mesin kasir. Enam cowok itu
pergi dari cafe dan menghilang di balik kerumunan orang di dalam mall.

* * * *

Sebulan berlalu. Kedekatan Ify dan Rio makin hari makin bertambah dalam waktu
sesingkat itu. Bisa dibilang, cinta pada pandangan pertama memang lebih
cepat dijalani. Rio sudah merasakan feeling itu ketika pertama bertemu
Ify. Rio sudah terbuai dalam melodi cinta yang menghanyutkan dalam
kurun satu bulan.

Rio makin rutin bertemu Ify di cafe. Dan ngobrol ngobrol di malam hari ketika Ify akan pulang. Dan tak jarang
Rio mengantar Ify pulang ke rumahnya. Alhasil Rio jadi jarang berkumpul
dengan lima kawannya. Tapi mereka memaklumi setelah Rio berkata, "Gue
naksir dia. Gue ijin pedekate men. Gue ga sama kalian beberapa minggu".
Mungkin berat melepas teman yang mereka anggap pemimpin walaupun cuma
beberapa minggu, karena Rio selalu bisa memperbaiki suasana, memecahkan
masalah, menghibur seseorang yang sedang bermasalah, mencari solusi,
dan terakhir, menjadi dompet mereka. Tau kan maksudnya?

Usaha Rio tak sia-sia. Selain menelpon dan sms, Rio dan Ify kini berani
melakukan pertemuan di luar jam kerja. Pertemuan untuk sekedar ngobrol
dan bertukar cerita. Kadang nonton bersama-sama, dan masih banyak
kegiatan lain. Sayangnya hubungan mereka masih batas pertemanan.
Walaupun benih-benih cinta sangat nampak di antara keduanya, Ify
menolak untuk melanjuti hubungan. Dia masih ragu. Bukan ragu karena
Rio. Rio cowok yang baik di matanya, dia bisa mendampinginya. Tapi Ify
tak mau Rio tersakiti karena sesuatu. Sesuatu yang disembunyikan dari
Rio. Lagipula sampai detik ini Rio yang berperan sebagai cowok di kisah
mereka, juga belum mempunyai nyali untuk menyatakan perasaan, sekalipun
teman-temannya sudah mendorongnya dengan usaha apapun.

Hari ini, setelah satu bulan lebih lima hari Rio berusaha memasuki hati Ify, dia
sudah yakin akan mengungkapkan perasaannya. Awalnya dia ragu, tapi dia
juga tidak mau jika usahanya selama ini gagal karena Ify keburu direbut
cowok lain. Berkat dukungan teman-temannya, Rio kini optimis. Dia harus
yakin dan berani. Di benaknya ada sesuatu yang mengganjal. Kata hatinya
berbicara, "Jangan dulu Mario. Jangan sekarang. Ini terlalu cepat. Kau
akan menyesal nanti. Slowly but Surely.." itu yang terus mengganggu
hatinya. Namun semua bayang-bayang itu ditinggalkan. Memang benar, satu
bulan adalah waktu yang singkat. Dan mungkin Rio belum mengenal Ify
sepenuhnya. Ah biarlah. Kini tinggal usaha saja. Kata hati tak
selamanya benar.

Rio mengemudikan cagiva hitamnya menuju sebuah perumahan elit. Sebenarnya rumah Ify mewah. Dia keturunan orang
berkecukupan. Kini Ify menduduki bangku kuliah. Lalu mengapa Ify
bekerja sampingan? Ify anak yang mandiri. Sekalipun ibu dan ayahnya
sangat memanjakannya, Ify selalu ingin mencoba sebuah tantangan. Kini
ia tumbuh menjadi wanita dewasa yang bisa mencari uang sendiri.
Walaupun untuk uang berapapun sekali berbicara ibu dan ayahnya pasti
akan memberikan.

Rio memberhentikan cagivanya di depan rumah besar yang tak lain rumah Ify. Sudah beberapa kali ia mengunjungi rumah
ini. Bertemu ibu dan ayah Ify yang sangat ramah dan baik. Namun tak ada
tanda-tanda kalau mereka menginginkan Rio yang selalu bersikap sempurna
ini untuk menjadi pendamping putrinya. Namun Rio tak banyak berharap.
Yang dia inginkan, dia bisa menyayangi Ify sepenuh hati. Itu saja.

Kedatangan cagiva Rio membuat Ify yang membaca majalah di teras rumah menghentikan
aktivitasnya dan menghampiri Rio dengan riang.

"Tumben libur kesini Yo. Ada apa?" tanya Ify sambil membuka pagar dan menyembul keluar menghampiri Rio

"Gue mo ngomong sesuatu sama lo" Rio turun dari cagivanya dan berjalan mendekat

"Mau disini, ato di dalem aja?"

"Ngg.. Disini cukup"

"Oke. Apa?"

Rio menjatuhkan pandangan ke sepatunya. Diam dan mengambil napas
dalam-dalam. Merangkai kata-kata yang sudah disiapkan semalam. Ify
masih memandanginya penasaran. Tangan Rio dikepalkan kuat-kuat. Terasa
dingin dan bergemetar. Harusnya dia menerima tawaran Ify untuk masuk
saja tadi.

"Apa Yo?" tanya Ify lagi. Dengan berat Rio mengangkat wajah dan memandang Ify lekat-lekat.

"Gue.."

Rio kembali diam. Ify masih memandanginya

"G.. gue.. Gue.."

"Iya lo kenapa?" tanya Ify

"Gue sayang sama lo" ucap Rio cepat dan pelan. Sangat pelan

"Apa?" Ify tak mendengar

Kedatangan sebuah taksi membuat Rio tak melanjutkan kata-katanya. Keduanya
tersentak dan refleks menoleh ke arah taksi itu. Taksi itu berhenti di
depan mereka. Ify memicikkan mata dan berusaha menerawang orang di
dalam taksi itu, tapi gagal. Seseorang keluar dari pintu belakang. Rio
memandangi tubuh seorang cowok yang menyembul keluar. Wajahnya tampan.
Sebuah jaket biru yang dilipat hingga sikut dan rambutnya yang
berjambul membuatnya terlihat cool. Sepasang Vans footwear menghiasi
kakinya. Posturnya tegap dan tinggi. Beberapa detik Ify memandanginya
penuh tatapan tak percaya. Senyum mengambang jelas di bibirnya. Pipi
Ify merona melihat kedatangan cowok di depannya itu. Ify berlari
mendekat dan segera memeluk tubuh tinggi cowok yang memajang senyumnya.
Rio hanya melihat keduanya penasaran, heran, bingung, dan..cemburu.
Cowok itu membalas dengan melingkarkan tangan di tubuh Ify yang kini
memeluknya erat. Ify melepas pelukannya dan mendongak, melihat wajah
cowok yang beberapa centi lebih tinggi darinya. Cowok itu mengecup
kening Ify sejenak dan menatap Ify penuh senyum

"Ko udah pulang sih??" tanya Ify

"Ga boleh?" tanya lelaki itu

"Boleh banget!! Tapi, bilang kek!"

"Haha.. Surprise.." jawabnya santai

"Kangen ga sama gue?" tanyanya

"BANGET!!" jawab Ify semangat

Rio sama sekali tak menikmati pemandangan di depannya. Walaupun ia belum
tau siapa laki-laki itu yang bisa saja kakak atau sepupu Ify, Rio
merasakan api cemburu merambat di hatinya. Rio membuang pandangan, dan
berdehem keras. Ify dan cowok tadi menoleh ke arah Rio. Ify tersenyum
dan mendekati Rio

"Sorry Yo. Emm.. Kenalin. Ini Gabriel" Ify menarik tangan Gabriel dan mengacungkannya ke arah Rio. Berharap mereka
berjabat tangan

"Yel. Ini Rio. Temen gue" lanjutnya

"Gabriel" ucap cowok itu sambil melempar senyumnya

"Rio" Rio menjabat tangan Gabriel cuek

"Gabriel ini.. Cowo gue" jawab Ify sedikit pelan. Berharap Rio tidak terluka

Namun salah. Rio menoleh cepat ke arah Ify dan memandanginya. Tercekat.
Dadanya terasa sesak. Sulit untuk bernafas. Ify menggigit bibir dan
membuang pandangan ke arah lain

"Cowo lo?" tanya Rio masih tak percaya. Ia menatap Gabriel sesaat. Penampilan Gabriel sungguh menawan.
Cool dan tampan. Wajar wanita secantik Ify mendapatkannya.

"Iya. Gue cowonya. Gue kuliah di Amrik dan sekarang baru balik" ucap Gabriel
sopan, namun lebih dari sekedar menyakitkan bagi Rio.

"Lo ngga pernah bilang Fy?" Rio berpaling menatap Ify. Sorot mata serius
terlihat jelas. Nadanya sama sekali tak mengajak bercanda

"Eehh.. Gue mau bilang. Tapi dianya keburu balik" jawab Ify sambil tersenyum tipis

Rio hopeless. Ia tertunduk. Tapi kembali mengangkat wajah dan berusaha
memasang senyum. Hari yang ia kira akan menjadi best day ever, malah
menjadi worst day ever. Hatinya terkoyak. Sangat sakit. Ingin dia
berteriak. Sungguh ingin. Ingin ditunjukkannya pada dunia seperti apa
hatinya yang menangis saat ini. Dalam keadaan seperti Rio, sungguh
lebih menyakitkan harus tersenyum di depan Ify dan Gabriel daripada
menangis selama lima tahun.

"Oohh.. Gitu ya.. Ehm.. Daripada ganggu lo berdua, gue pulang aja yah" ucap Rio sambil berjalan menuju cagivanya

"Eh Rio!" panggil Ify. Rio menoleh

"Lo tadi bilang apa?" tanya Ify setelah Rio berhenti "Sebelum taksi tadi dateng" lanjutnya

Mengingat perkataan 'Gue sayang sama lo' yang tadi diucapkannya membuat Rio ingin
berteriak lagi. Perkataan yang sungguh bodoh. Rio menghela nafas
berusaha menghindari dadanya yang sesak.

"Lupain aja Fy" jawab Rio sambil tersenyum

"Oh oke. Ati-ati di jalan yah" ucap Ify sebelum akhirnya menyambar tangan Gabriel dan berlari menggandengnya masuk ke dalam

Rio memandangi keduanya dengan hati yang bersisa kepingan. Sudah terpecah belah. Rio tak sanggup lagi.

Setelah Ify sudah menghilang di balik rumahnya, Rio menendang ban cagivanya
keras-keras dan mengacak-acak rambutnya hingga sangat berantakan.
Seberantakan hatinya yang kini berhambur entah kemana. Tendangan kedua
meluncur ke sebuah kaleng minuman yang malang di tepi jalan. Setelahnya
Rio segera naik ke atas cagiva hitamnya dan pergi dengan dada yang
sesak.

Semenjak kejadian itu, Rio dan Ify tak pernah bertatap muka lagi. Ify tak pernah bisa menghubungi Rio. Rio juga tak pernah
datang ke cafe itu. Dan yang Ify sadari, hatinya merindukan Rio.
Sungguh sangat merindukan canda tawa Rio. Gabriel sudah kembali lagi ke
Amrik. Ify kesepian. Namun semua sudah terjadi. Rio terlanjur terluka.

Rio tak lagi bersama kelima temannya. Dengan berat hati kelima kawan sejati
Rio harus melepas kepergian Rio ke Manado. Rio ingin menjauh dari Ify,
dan semua ingatan tentangnya. Dan harus diakui, kata hatinya memang
benar. Dia terlalu cepat mencintai Ify.

THE END

Terlalu cepat ku menyanyangimu
Tak cukup bercerita
Namun terlanjur ku mencintaimu
Meski ku tak mengenalmu

Hingga akhirnya ku terjebak
Dalam kesalahan ku ‘tuk mencintaimu
Hingga kini aku tak mampu untuk melepas diriku
Dan melupakanmu

Terlalu cepat ku menyanyangimu
Tak cukup bercerita
Namun terlanjur ku mencintaimu
Meski ku tak mengenalmu

Hingga akhirnya ku terjebak
Dalam kesalahan ku ‘tuk mencintaimu
Hingga kini aku tak mampu untuk melepas diriku
Dan melupakanmu
Dan melupakanmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar